Mahasiswa Alih Jalur Kesling

Mahasiswa  Alih Jalur Kesling
Mahasiswa Alih Jalur Kesehatan Lingkungan Angkatan 2010/2011

12 April 2011

ACTINOMYCOSIS


ACTINOMYCOSIS   ICD-9 039; ICD-10 A42

1. Identifikasi - Peyakit bakteri kronis, paling sering ditemukan di rahang, thoraks dan rongga perut. Lesi jelas terlihat berupa jaringan indurasi bernanah dan fibrotik, menyebar secara perlahan pada jaringan sekitarnya; bisa terjadi sinusitis yang mengeluarkan discharge dan menembus ke permukaan. Didalam jaringan yang terinfeksi, organisme tumbuh bergerombol, disebut sebagai “granula sulfur”. Diagnosa dibuat dengan ditemukannya, basil berbentuk langsing gram positif dengan atau tanpa cabang yang tidak membentuk spora, atau ditemukannya “granula sulfur” pada jaringan atau luka infeksi, atau dengan cara mengisolasi mikroorganisme dari sampel yang tidak terkontaminasi dengan flora normal selama pengambilan. Diagnosa klinis dan kultur bisa membedakan antara actinomycosis dan actinomycetoma, dua penyakit yang sama sekali berbeda.

2. Penyebab penyakit.
Actinomyces israelii adalah mikroorganisme patogen bagi manusia; A. naeslundii, A. meyeri, A. odontolyticus dan Propionibacterium propionicus (Arachnia propionica atau Actinomyces propionicus) juga telah dilaporkan menyebabkan actinomycosis pada manusia. A. viscosus jarang dilaporkan menyebabkan actinomycosis pada manusia tetapi dapat menyebabkan penyakit periodontal. Semua spesies adalah gram positif, tidak tahan asam bersifat, anaerob sampai dengan mikroaerofilik merupakan flora normal pada manusia. 

3. Distribusi penyakit.
Infeksi pada manusia jarang terjadi, muncul sporadis di seluruh dunia. Semua ras, jenis kelamin dan kelompok umur bisa terserang penyakit ini, tersering menyerang kelompok umur 15 hingga 35 tahun; rasio laki-laki dan perempuan kira kira 2:1. Penyakit yang menyerang ternak, kuda dan binatang lainnya disebabkan oleh spesies lain dari Actinomyces.

4. Reservoir.
Manusia merupakan reservoir alami dari A. israelii dan agen lain. Pada rongga mulut normal, organisme hidup sebagai mahluk saprofit pada lapisan plak gigi dan kripte tonsil, tanpa penetrasi yang jelas atau tanpa perubahan dari jaringan sekitarnya. Survei yang dilakukan di AS, Swedia dan di beberapa negara lain secara mikroskopis, ditemukan adanya A. israelii pada 40% dari granula kripte tonsil yang diambil, dan dengan kultur anaerob, A. israelii ditemukan pada 30 – 48% dari spesimen ludah atau sampel dari karies gigi. A. israelii ditemukan di sekret vagina dari kira-kira 10 % wanita yang menggunakan alat kontrasepsi spiral. Tidak ditemukan adanya reservoir diluar manusia seperti pada sedotan minuman atau tanah.

5. Cara penularan.
Diasumsikan terjadinya penularan melalui kontak dari orang ke orang dan merupakan bagian dari flora mulut yang normal. Dari rongga mulut organisme ini masuk ke paru-paru atau masuk ke tenggorokan melalui luka, dengan pencabutan gigi atau abrasi dari lapisan 10 mukosa. Penyakit pada saluran pencernaan dan rongga perut penularan biasanya berasal dari usus buntu. Sumber penyakit bersifat endogen.

6. Masa inkubasi.
Tidak pasti, mungkin beberapa tahun sesudah kolonisasi pada jaringan rongga mulut, dan berhari-hari hingga berminggu-minggu sesudah terjadi luka dan penetrasi jaringan.

7. Masa penularan.
Waktu dan cara bagaimana spesies Actinomyces dan Arachnia menjadi bagian dari flora normal rongga mulut tidak diketahui; kecuali karena gigitan manusia yang jarang terjadi, infeksi tidak berhubungan dengan pajanan spesifik dengan orang yang terinfeksi.

8. Kerentanan dan kekebalan.
Kerentanan alami biasanya rendah. Imunitas yang terjadi sesudah terkena infeksi belum pernah dilaporan.

9. Cara pemberantasan.

A. Tindakan pencegahan.
Tidak ada, kecuali dengan menjaga kesehatan dan kebersihan mulut dengan baik, menghilangkan plak gigi akan mengurangi risiko infeksi mulut.

B. Pengawasan dari penderita, kontak dan lingkungan sekitar.

1). Laporan pada instansi kesehatan setempat; laporan resmi biasanya tidak dilakukan. Kelas 5 ( lihat tentang pelaporan penyakit menular)
2). Isolasi : tidak dilakukan.
3). Disinfeksi serentak : tidak dilakukan.
4). Karantina : tidak dilakukan.
5). Imunisasi kontak : tidak dilakukan.
6). Investigasi dari kontak dan sumber infeksi : tidak perlu.
7). Pengobatan spesifik : tidak terjadi penyembuhan spontan. Pemberian penisilin jangka panjang dengan dosis tinggi biasanya efektif; tetrasiklin, eritromisin, klindamisin dan sefalosporin adalah pengobatan alternatif yang lain. Drainase abses dengan tindakan bedah kadang diperlukan.

C. Penanggulangan wabah :
Tidak dilakukan, merupakan penyakit yang sporadis.

D. Implikasi bencana : tidak ada.

E. Tindakan Internasional : tidak ada

1 komentar:

TOLONG TINGGALKAN PESAN