Mahasiswa Alih Jalur Kesling

Mahasiswa  Alih Jalur Kesling
Mahasiswa Alih Jalur Kesehatan Lingkungan Angkatan 2010/2011

15 Desember 2011

INFEKSI NOSOKOMIAL ( INOS )

December 15, 2011

Oleh: Zainal Arifin


 

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Definisi

Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial

Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya.

I.2 Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat sembuh. Tetapi, rumah sakit selain untuk mencari kesembuhan, juga merupakan depot bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit, seperti; udara, air, lantai, makanan dan benda-benda medis maupun non medis. Terjadinya infeksi nosokomial akan menimbulkan banyak kerugian, antara lain :

  1. lama hari perawatan bertambah panjang
  2. penderitaan bertambah
  3. biaya meningkat

Dari hasil studi deskriptif Suwarni, A di semua rumah sakit di Yogyakarta tahun 1999 menunjukkan bahwa proporsi kejadian infeksi nosokomial berkisar antara 0,0% hingga 12,06%, dengan rata-rata keseluruhan 4,26%. Untuk rerata lama perawatan berkisar antara 4,3 – 11,2 hari, dengan rata-rata keseluruhan 6,7 hari. Setelah diteliti lebih lanjut maka didapatkan bahwa angka kuman lantai ruang perawatan mempunyai hubungan bermakna dengan infeksi nosokomial.

Selama 10-20 tahun belakang ini telah banyak perkembangan yang telah dibuat untuk mencari masalah utama terhadap meningkatnya angka kejadian infeksi nosokomial di banyak negara, dan dibeberapa negara, kondisinya justru sangat memprihatinkan. Keadaan ini justru memperlama waktu perawatan dan perubahan pengobatan dengan obat-obatan mahal, serta penggunaan jasa di luar rumah sakit. Karena itulah, dinegara-negara miskin dan berkembang, pencegahan infeksi nosokomial lebih diutamakan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan pasien dirumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.

Di beberapa bagian, terutama di bagian penyakit dalam dalam, terdapat banyak prosedur dan tindakan yang dilakukan baik untuk membantu diagnosa maupun memonitor perjalanan penyakit dan terapi yang dapat menyebabkan pasien cukup rentan terkena infeksi nosokomial. Pasien dengan umur tua, berbaring lama, atau beberapa tindakan seperti prosedur diagnostik invasif, infus yang lama dan kateter urin yang lama, atau pasien dengan penyakit tertentu yaitu penyakit yang memerlukan kemoterapi, dengan penyakit yang sangat parah, penyakit keganasan, diabetes, anemia, penyakit autoimun dan penggunaan imuno supresan atau steroid didapatkan bahwa resiko terkena infeksi lebih besar.

Sumber penularan dan cara penularan terutama melalui tangan dan dari petugas kesehatan maupun personil kesehatan lainnya, jarum injeksi, kateter iv, kateter urin, kasa pembalut atau perban, dan cara yang keliru dalam menangani luka. Infeksi nosokomial ini pun tidak hanya mengenai pasien saja, tetapi juga dapat mengenai seluruh personil rumah sakit yang berhubungan langsung dengan pasien maupun penunggu dan para pengunjung pasien.

I.3 Epidemiologi

Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0%.

Walaupun ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi meningkat pesat pada 3 dekade terakhir dan sedikit demi sedikit resiko infeksi dapat dicegah, tetapi semakin meningkatnya pasien-pasien dengan penyakit immunocompromised, bakteri yang resisten antibiotik, super infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif, masih menyebabkan infeksi nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahunnya walaupun.

Selain itu, jika kita bandingkan kuman yang ada di masyarakat, mikroorganisme yang berada di rumah sakit lebih berbahaya dan lebih resisten terhadap obat, karena itu diperlukan antibiotik yang lebih poten atau suatu kombinasi antibiotik. Semua kondisi ini dapat meningkatkan resiko infeksi kepada si pasien.


 

BAB II

ISI


 

II.1 Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial

II.1.1 Agen Infeksi

Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:3

  1. karakteristik mikroorganisme,
  2. resistensi terhadap zat-zat antibiotika,
  3. tingkat virulensi,
  4. dan banyaknya materi infeksius.

Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal.

1. Bakteri

Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat. Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme. Contohnya Escherichia coli paling banyak dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih.

Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun endemik. Contohnya :

  1. Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan gangren
  2. Bakteri gram-positif: Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit dan hidung dapat menyebabkan gangguan pada paru, pulang, jantung dan infeksi pembuluh darah serta seringkali telah resisten terhadap antibiotika.
  3. Bakteri gram negatif: Enterobacteriacae, contohnya Escherichia coli, Proteus, Klebsiella, Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan di air dan penampungan air yang menyebabkan infeksi di saluran pencernaan dan pasien yang dirawat. Bakteri gram negatif ini bertanggung jawab sekitar setengah dari semua infeksi di rumah sakit.
  4. Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas jahitan, paru, dan peritoneum.

2. Virus

Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan transfusi darah. Rute penularan untuk virus sama seperti mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, penyakit kulit dan dari darah. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex virus, dan varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan.

3. Parasit dan Jamur

Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.


 

II.1.2 Respon dan toleransi tubuh pasien

Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dalam hal ini adalah:

  1. Umur
  2. status imunitas penderita
  3. penyakit yang diderita
  4. Obesitas dan malnutrisi
  5. Orang yang menggunakan obat-obatan immunosupresan dan steroid
  6. Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi.

Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.


 

Resiko infeksi Tipe pasien

Minimal Tidak immunocompromised, tidak ditemukan terpapar suatu penyakit

Sedang Pasien yang terinfeksi dan dengan beberapa faktor resiko

Berat Pasien dengan immunocompromised berat, (5 µm. Contohnya bacterial meningitis, dan diphtheria memerlukan hal sebagai berikut; Ruangan tersendiri untuk tiap pasiennya. Masker untuk petugas kesehatan. Pembatasan area bagi pasien; pasien harus memakai masker jika meninggalkan ruangan.


 

4 Infection by direct or indirect contact

Infeksi yang terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung dengan penyebab infeksi. Penularan infeksi ini dapat melalui tangan, kulit dan baju, seperti golongan staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang diberikan intravena dan jarum suntik, hepatitis dan HIV. Peralatan dan instrumen kedokteran. Makanan yang tidak steril, tidak dimasak dan diambil menggunakan tangan yang menyebabkan terjadinya cross infection.


 

II.1.4 Resistensi Antibiotika

Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun 1950-1970, banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan ini menyebabkan penggunaan berlebihan dan pengunsalahan dari antibiotika. Banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap pasien yang immunocompromised. Resitensi dari bakteri di transmisikan antar pasien dan faktor resistensinya di pindahkan antara bakteri. Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini justru meningkatkan multipikasi dan penyebaran strain yang resistan. Penyebab utamanya karena:

• Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol

• Dosis antibiotika yang tidak optimal

• Terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat

• Kesalahan diagnosa


 

Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang resisten terhadap antibiotika, mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman terhadap obat-obatan tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk terapi dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi. Banyak strains dari pneumococci,

staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah resisten terhadap banyak antibiotikaa, begitu juga klebsiella dan pseudomonas aeruginosa juga telah bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama di negara-negara berkembang dimana antibiotika lini kedua belum ada atau tidak tersedia.

Infeksi nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas di rumah sakit, dan menjadi sangat penting karena:

• Meningkatnya jumlah penderita yang dirawat

• Seringnya imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau umur

• Mikororganisme yang baru (mutasi)

• Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika


 

II.1.5 Faktor alat

Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama disebabkan infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Diruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa:

Ekstravasasi infiltrat     : cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula

Penyumbatan         : Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat dideteksi adanya gangguan lain

Flebitis         : Terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang vena

Trombosis         : Terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh vena yang menghambat aliran infus

Kolonisasi kanul     : Bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari bagian kanula yang ada dalam pembuluh darah

Septikemia         : Bila kuman menyebar hematogen dari kanul

Supurasi         : Bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanul


 

Beberapa faktor dibawah ini berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip anti sepsis, cairan infus yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteremia.


 

II.2 Macam penyakit yang disebabkan oleh infeksi nosokomial

II.2.1 Infeksi saluran kemih

Infeksi ini merupakan kejadian tersering, sekitar 40% dari infeksi nosokomial, 80% infeksinya dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Walaupun tidak terlalu berbahaya, tetapi dapat menyebabkan terjadinya bakteremia dan mengakibatkan kematian. Organisme yang biaa menginfeksi biasanya E.Coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, atau Enterococcus. Infeksi yang terjadi lebih awal lebih disebabkan karena mikroorganisme endogen, sedangkan infeksi yang terjadi setelah beberapa waktu yang lama biasanya karena mikroorganisme eksogen.

Sangat sulit untuk dapat mencegah penyebaran mikroorganisme sepanjang uretra yang melekat dengan permukaan dari kateter. Kebanyakan pasien akan terinfeksi setelah 1-2 minggu pemasangan kateter. Penyebab paling utama adalah kontaminasi tangan atau sarung tangan ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk membesarkan balon kateter. Dapat juga karena sterilisasi yang gagal dan teknik septik dan aseptik.


 

II.2.2 Pneumonia Nosokomial

Pneumonia nosokomial dapat muncul, terutama pasien yang menggunakan ventilator, tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Kuman penyebab infeksi ini tersering berasal dari gram negatif seperti Klebsiella,dan Pseudomonas. Organisme ini sering berada di mulut, hidung, kerongkongan, dan perut. Keberadaan organisme ini dapat menyebabkan infeksi karena adanya aspirasi oleh organisme ke traktus respiratorius bagian bawah.

Dari kelompok virus dapat disebabkan olehcytomegalovirus, influenza virus, adeno virus, para influenza virus, enterovirus dan corona virus.

Faktor resiko terjadinya infeksi ini adalah:

  1. Tipe dan jenis pernapasan
  2. Perokok berat
  3. Tidak sterilnya alat-alat bantu
  4. Obesitas
  5. Kualitas perawatan
  6. Penyakit jantung kronis
  7. Penyakit paru kronis
  8. Beratnya kondisi pasien dan kegagalan organ
  9. Tingkat penggunaan antibiotika
  10. Penggunaan ventilator dan intubasi
  11. Penurunan kesadaran pasien


 

Penyakit yang biasa ditemukan antara lain: respiratory syncytial virus dan influenza. Pada pasien dengan sistem imun yang rendah, pneumonia lebih disebabkan karena Legionella dan Aspergillus. Sedangkan dinegara dengan prevalensi penderita tuberkulosis yang tinggi, kebersihan udara harus sangat diperhatikan.


 

II.2.3 Bakteremi Nosokomial

Infeksi ini hanya mewakili sekitar 5 % dari total infeksi nosokomial, tetapi dengan resiko kematian yang sangat tinggi, terutama disebabkan oleh bakteri yang resistan antibiotika seperti Staphylococcus dan Candida. Infeksi dapat muncul di tempat masuknya alat-alat seperti jarum suntik, kateter urin dan infus.

Faktor utama penyebab infeksi ini adalah panjangnya kateter, suhu tubuh saat melakukan prosedur invasif, dan perawatan dari pemasangan kateter atau infus.


 

II.2.4 Infeksi Nosokomial lainnya

1. Tuberkulosis

Penyebab utama adalah adanya strain bakteri yang multi- drugs resisten. Kontrol terpenting untuk penyakit ini adalah identifikasi yang baik, isolasi, dan pengobatan serta tekanan negatif dalam ruangan.

2. diarrhea dan gastroenteritis

Mikroorganisme tersering berasal dari E.coli, Salmonella, Vibrio Cholerae dan Clostridium. Selain itu, dari gologan virus lebih banyak disebabkan oleh golongan enterovirus, adenovirus, rotavirus, dan hepatitis A. Bedakan antara diarrhea dan gastroenteritis. Faktor resiko dari gastroenteritis nosokomial dapat dibagi menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

• Faktor intrinsik:

o abnormalitas dari pertahanan mukosa, seperti achlorhydria

o lemahnya motilitas intestinal, dan

o perubahan pada flora normal.

• Faktor ekstrinsik:

Pemasangan nasogastric tube dan mengkonsumsi obat-obatan saluran cerna.

3. Infeksi pembuluh darah

Infeksi ini sangat berkaitan erat dengan penggunaan infus, kateter jantung dan suntikan. Virus yang dapat menular dari cara ini adalah virus hepatitis B, virus hepatitis C, dan HIV.

Infeksi ini dibagi menjadi dua kategori utama:

• Infeksi pembuluh darah primer, muncul tanpa adanya tanda infeksi sebelumnya, dan berbeda dengan organisme yang ditemukan dibagian tubuhnya yang lain

• Infeksi sekunder, muncul sebagai akibat dari infeksi dari organisme yang sama dari sisi tubuh yang lain.

4. Dipteri, tetanus dan pertusis

• Corynebacterium diptheriae, gram negatif pleomorfik, memproduksi endotoksin yang menyebabkan timbulnya penyakit, penularan terutama melalui sistem pernafasan.

• Bordetella Pertusis, yang menyebabkan batuk rejan. Siklus tiap 3-5 tahun dan infeksi muncul sebanyak 50 dalam 100% individu yang tidak imun.

• Clostridium tetani, gram positif anaerobik yang menyebabkan trismus dan kejang otot.


 

Infeksi kulit dan jaringan lunak. Luka terbuka seperti ulkus, bekas terbakar, dan luka bekas operasi memperbesar kemungkinan terinfeksi bakteri dan berakibat terjadinya infeksi sistemik. Dari golongan virus yaitu herpes simplek, varicella zooster, dan rubella. Organisme yang menginfeksi akan berbeda pada tiap populasi karena perbedaan pelayanan kesehatan yang diberikan, perbedaan fasilitas yang dimiliki dan perbedaan negara yang didiami.

Infeksi ini termasuk:

  1. Infeksi pada tulang dan sendi

    Osteomielitis, infeksi tulang atau sendi dan discus vertebralis

  2. Infeksi sistem Kardiovaskuler

    Infeksi arteri atau vena, endokarditis, miokarditis, perikarditis dan mediastinitis

  3. Infeksi sistem saraf pusat

    Meningitis atau ventrikulitis, absess spinal dan infeksi intra kranial

  4. Infeksi mata, telinga, hidung, dan mulut

    Konjunctivitis, infeksi mata, otitis eksterna, otitis media, otitis interna, mastoiditis, sinusitis, dan infeksi saluran nafas atas.

  5. Infeksi pada saluran pencernaan

    Gastroenteritis, hepatitis, necrotizing enterocolitis, infeksi intra abdominal

  6. Infeksi sistem pernafasan bawah

    Bronkhitis, trakeobronkhitis, trakeitis, dan infeksi lainnya

  7. Infeksi pada sistem reproduksi

    Endometriosis dan luka bekas episiotomi


 

II.3 Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial

Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk:

• Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan.

• Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.

• Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.

• Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.

• Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.


 

II.3.1 Dekontaminasi tangan

Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah: Memakai sarung tangan ketika akan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.


 

II.3.2 Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit

Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang dilakukan di negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum, tabung atau keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan banyaknya suntikan yang tidak penting (misalnya penyuntikan antibiotika).7 Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka diperlukan:

• Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan

• Pergunakan jarum steril

• Penggunaan alat suntik yang disposabel.

Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara. Begitupun dengan pasien yang menderita infeksi saluran nafas, mereka harus menggunakan masker saat keluar dari kamar penderita.

Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda yang kotor, sanrung tangan harus segera diganti.

Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.


 

II.3.3 Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit

Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.

Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.

Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan.

Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien.

Disinfeksi yang dipakai adalah:

• Mempunyai kriteria membunuh kuman

• Mempunyai efek sebagai detergen

• Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein.

• Tidak sulit digunakan

• Tidak mudah menguap

• Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas maupun pasien

• Efektif

• tidak berbau, atau tidak berbau tak enak


 

II.3.4 Perbaiki ketahanan tubuh

Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika.

II.3.5 Ruangan Isolasi

Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah eperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.


 

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN


 

III.1 Kesimpulan

  1. Faktor- faktor yang menyebabkan perkembangan infeksi nosokomial tergantung dari agen yang menginfeksi, respon dan toleransi tubuh, faktor lingkungan, resistensi antibiotika, dan faktor alat.
  2. Agen Infeksi yang kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada: karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius. Respon dan toleransi tubuh pasien dipengaruhi oleh: Umur, status imunitas penderita, penyakit yang diderita, obesitas dan malnutrisi, orang yang menggunakan obat-obatan immunosupresan dan steroid, intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi. Faktor lingkungan dipengaruhi oleh padatnya kondisi rumah sakit, banyaknya pasien yang keluar masuk, penggabungan kamar pasien yang terkena infeksi dengan pengguna obat-obat immunosupresan, kontaminasi benda, alat, dan materi yang sering digunakan tidak hanya pada satu orang pasien. Resistensi Antibiotika disebabkan karena: Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis antibiotika yang tidak optimal, terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat, dan kesalahan diagnosa. Faktor alat, dipengaruhi oleh pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti.
  3. Macam penyakit yang disebabkan oleh infeksi nosokomial, misalnya Infeksi saluran kemih. Infeksi ini merupakan kejadian tersering, dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Nosokomial pneumonia, terutama karena pemakaian ventilator, tindakan trakeostomy, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Nosokomial bakteremi yang memiliki resiko kematian yang sangat tinggi.
  4. Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit terutama dari dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.


 

III.2 Saran

  1. Eliminasi dan kurangi perkembangan agen penyebab infeksi dan faktor lainnya yang menyebabkan perkembangan infeksi nosokomial.
  2. Penybaran infeksi nosokomial terutama dari udara dan air harus menjadi perhatian utama agar infeksi tidak meluas.
  3. Mengurangi prosedur-prosedur invasif untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.
  4. Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial memerlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program untuk mengawasi kejadian infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.


 

DAFTAR PUSTAKA


 

  1. Olmsted RN. APIC Infection Control and Applied Epidemiology: Principles and Practice. St Louis, Mosby; 1996
  2. anonymus. Infectious Disease Epidemiology Section. www.oph.dhh.louisiana.gov
  3. Ducel, G. et al. Prevention of hospital-acquired infections, A practical guide. 2nd edition. World Health Organization. Department of Communicable disease, Surveillance and Response; 2002
  4. Light RW. Infectious disease, noscomial infection. Harrison's Principle of Internal Medicine 15 Edition.-CD Room; 2001
  5. Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI, Jakarta; 2001
  6. Surono, A. Redaksi Intisari. agussur@hotmail.com
  7. Anonymus. Preventing Nosocomial Infection.Louisiana; 2002
  8. Suwarni, A. Studi Diskriptif Pola Upaya Penyehatan Lingkungan Hubungannya dengan Rerata Lama Hari Perawatan dan Kejadian Infeksi Nosokomial Studi Kasus: Penderita Pasca Bedah Rawat Inap di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta Provinsi DIY Tahun 1999. Badan Litbang Kesehatan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta; 2001
  9. Babb, JR. Liffe, AJ. Pocket Reference to Hospital Acquired infection. Science Press limited, Cleveland Street, London; 1995
  10. Pohan, HT. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine. Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta;2004
  11. Wenzel. Infection control in the hospital,in International society for infectious diseases, second ed, Boston; 2002

20 Agustus 2011

Definisi Kesehatan Masyarakat


Sudah banyak para ahli kesehatan membuat batasan kesehatan masyarakat ini. Secara kronologis batasan-batasan kesehatan masyarakat mulai dengan batasan yang sangat sempit sampai batasan yang luas seperti yang kita anut saat ini dapat diringkas sebagai berikut.

Batasan yang paling tua, dikatakan bahwa kesehatan masyarakat adalah upaya-upaya untuk mengatasi masalah-masalah sanitasi yang mengganggu kesehatan. Dengan kata lain kesehatan masyarakat adalah sama dengan sanitasi. Upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan sanitasi lingkungan adalah merupakan kegiatan kesehatan masyarakat.
Kemudian pada akhir abad ke-18 dengan diketemukan bakter-bakteri penyebab penyakit dan beberapa jenis imunisasi, kegiatan kesehatan masyarakat adalah pencegahan penyakit yang terjadi dalam masyarakat melalui perbaikan sanitasi lingkungan dan pencegahan penyakit melalui imunisasi. Pada awal abad ke-19, kesehatan masyarakat sudah berkembang dengan baik, kesehatan masyarakat diartikan suatu upaya integrasi antara ilmu sanitasi dengan ilmu kedokteran. Sedangkan ilmu kedokteran itu sendiri merupakan integrasi antara ilmu biologi dan ilmu sosial. Dalam perkembangan selanjutnya, kesehatan masyarakat diartikan sebagai aplikasi dan kegiatan terpadu antara sanitasi dan pengobatan (kedokteran) dalam mencegah penyakit yang melanda penduduk atau masyarakat.

Oleh karena masyarakat sebagai objek penerapan ilmu kedokteran dan sanitasi mempunyai aspek sosial ekonomi dan budaya yang sangat kompleks. Akhirnya kesehatan masyarakat diartikan sebagai aplikasi keterpaduan antara ilmu kedokteran, sanitasi, dan ilmu sosial dalam mencegah penyakit yang terjadi di masyarakat. Dari pengalaman-pengalaman praktek kesehatan masyarakat yang telah berjalan sampai pada awal abad ke-20, Winslow (1920) akhirnya membuat batasan kesehatan masyarakat yang sampai sekarang masih relevan sebagai berikut : kesehatan masyarakat (public health) adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk :
  1. Perbaikan sanitasi lingkungan
  2. Pemberantasan penyakit-penyakit menular
  3. Pendidikan untuk kebersihan perorangan
  4. Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosisdini dan pengobatan
  5. Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhikebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya.

Dari batasan tersebut tersirat bahwa kesehatan masyarakat adalah kombinasi antara teori (ilmu) dan praktek (seni) yang bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan penduduk (masyarakat). Ketiga tujuan tersebut sudah barang tentu saling berkaitan dan mempunyai pengertian yang luas. Untuk mencapai ketiga tujuan pokok tersebut, Winslow mengusulkan cara atau pendekatan yang dianggap paling efektif adalah melalui upaya-upaya pengorganisasian masyarakat.

Pengorganisasian masyarakat dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan kesehatan masyarakat pada hakekatnya adalah menghimpun potensi masyarakat atau sumber daya (resources) yang ada didalam masyarakat itu sendiri untuk upaya-upaya preventif, kuratif, promotif dan rehabilitatif kesehatan mereka sendiri.

Pengorganisasian masyarakat dalam bentuk penghimpunan dan pengembangan potensi dan sumber-sumber daya masyarakat dalam konteks ini pada hakekatnya adalah menumbuhkan, membina dan mengembangkan partisipasi masyarakat di bidang pembangunan kesehatan.

Menumbuhkan partisipasi masyarakat tidaklah mudah, memerlukan pengertian, kesadaran, dan penghayatan oleh masyarakat terhadap masalah-masalah kesehatan mereka sendiri, serta upaya-upaya pemecahannya. Untuk itu diperlukan pendidikan kesehatan masyarakat melalui pengorganisasian dan pengembangan masyarakat. Jadi pendekatan utama yang diajukan oleh Winslow dalam rangka mencapai tujuan-tujuan kesehatan masyarakat sebenarnya adalah salah satu strategi atau pendekatan pendidikan kesehatan.

Selanjutnya Winslow secara implisit mengatakan bahwa kegiatan kesehatan masyarakat itu mencakup a) sanitasi lingkungan b) pemberantasan penyakit c) pendidikan kesehatan (higiene) d) manajemen (pengorganisasian) pelayanan kesehatan dan e) pengembangan rekayasa sosial dalam rangka pemeliharaan kesehatan masyarakat.

Mau Dapat Dollar Gratis !!! 







16 Mei 2011

PERSYARATAN RUMAH SEHAT


Rumah sehat memiliki beberapa pengertian menurut narasumbernya masing-masing, yang diantaranya adalah :
Menurut Azrul Anwar : Rumah bagi manusia mempunyai arti :
§    Sebagai tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah penat melaksanakan aktivitas dan kewajiban sehari-hari.
§     Sebagai tempat bergaul dengan keluarga atau membina rasa kekeluargaan bagi segenap anggota keluarga yang ada.
§      Sebagai tempat untuk melindungi diri dari bahaya yang datang mengancam
§      Sebagai lambing status sosial yang dimiliki, yang masih dirasakan hingga saat ini.
§   Sebagai tempat untuk meletakkan atau menyimpan barang-barang berharga yang dimiliki, yang terutama masih ditemui pada masyarakat pedesaan.

Dari pengertian Rumah sehat menurut Azrul Azwar dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.       Memenuhi Kebutuhan Physiologis
·         Pencahayaan yang cukup baik cahaya alam (sinar matahari) maupun cahaya buatan (lampu)
·         Perhawaan (ventilasi) yang cukup untuk proses penggantian udara dalam ruangan
·    Tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari dalam maupun dari luar rumah (termasuk radiasi)
·         Cukup tempat bermain bagi anak-anak dan untuk belajar

b.      Memenuhi Kebutuhan Psychologis
·        Tiap anggota keluarga terjamin ketenangannya dan kebebasannya (privacy), tidak terganggu oleh anggota keluarga dalam rumah dan tetangga atau orang yang lewat di luar
·         Mempunyai ruang untuk berkumpulnya anggota keluarga
·    Lingkungan yang sesuai, homogen, tidak terdapat perbedaan yang drastis dilingkungannya, misalnya tingkat ekonomi
·     Mempunyai WC dan kamar mandi sendiri yang berada dalam satu rumah serta dalam keadaan bersih
·       Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan jenis kelaminnya. Orang tua dan anak dibawah umur 2 tahun boleh satu kamar. Anak diatas 10 tahun harus dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. Jarak antara tempat tidur minimal 90 cm untuk terjaminnya keleluasaan bergerak, bernapas dan untuk memudahkan membersihkan lantai. Adapun ukuran ruangan untuk tidur yaitu :
Ø    4,5 m2 (  5 tahun )
Ø    9m2 ( > 5 tahun )
·      Mempunyai halaman yang dapat ditanami pohon – pohonan atau tanaman hias untuk memperindah pemandangan
·        Penataan perabot serasi dengan luas ruangan
·     Hewan atau ternak peliharaan yang membuat kotor lantai dan suara ribut hendaknya dipisahkan dari rumah dan dibuat kandang sendiri yang dapat dibersihkan

c.       Mencegah Penularan Penyakit
·         Tersedia air minum dan air bersih yang cukup dan memenuhi syarat-syarat kesehatan
·         Bebas serangga dan tikus
·         Pembuangan kotoran atau tinja yang memenuhi syarat kesehatan
·         Pembuangan limbah yang memenuhi syarat kesehatan
·         Pembuangan sampah pada tempat yang baik dan sehat
·         Tempat masak, menyimpan makanan hendaknya bebas dari pencemaran atau gangguan binatang atau serangga serta debu 

d.      Mencegah Terjadinya Kecelakaan
Ø  Bahan atau material berkualitas baik
Ø  Dikerjakan oleh orang-orang yang berpengalaman atau professional
Ø  Dinding dapur dekat tingku dilapisi dengan bahan tahan api
Ø  Cukup ventilasi untuk mengeluarkan gas atu racun dari dalam ruangan dan menggantinya dengan udara segar
Ø  Cukup cahaya dalam ruangan agar tidak terjadi kecelakaan karena tersandung ( terantuk ), teriris, tertusuk jarum dan lain-lain
Ø  Jarak antara ujung atap dengan ujung atap tetangga minimal 3 m. lebar halaman antara atap tersebut minimal sama dengan tinggi atap tersebut
Ø  Rumah dijauhkan dari pohon-pohon besar yang rapuh atau mudah runtuh, dan pohon yang berbuah keras atau besar ( misalnya kelapa, durian ) hindarkan bahaya jatuh dari tangga dalam rumah
Ø  Lantai yang selalu basah ( kamar mandi, kamar cuci ) jangan sampai licin atau lumutan untuk menghindari kejadian jatuh di WC dan kamar mandi.
Ø  Tersedia alat pemadam kebakaran
Ø  Pemasangan instalasi listrik harus benar dan dipasang oleh tenaga ahli
Ø  Untuk rumah bertingkat lantai pertama harus kuat
Ø  Bangunan bertingkat dilengkapi tangga darurat diluar bangunan yang tahan api
Ø  Hindarkan timbulnya kecelakaan lalu lintas,perhatikan jarak dengan jalan raya
Ø  Hindarkan bahaya jatuh dari tangga dalam rumah
Ø  Tangga rumah dengan tinggi injakan (optrede) maksimal 17,5 cm, lebar injakan (anntrede) minimal 25 cm setiap 2,5 m naik harus diberi beporde

Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menurut Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 829/Menkes/SK/VII/1999 meliputi parameter sebagai berikut :
1.       Lokasi
a.   Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya.
b.  Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau bekas tambang.
c.       Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur pendaratan penerbangan.
2.         Kualitas udara
Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berikut :
a.      Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi;
b.      Debu dengan diameter kurang dari 10 g maksimum 150 g /m3;
c.      Gas SO2 maksimum 0,10 ppm;
d.      Debu maksimum 350 mm3/m2 per hari.
3.         Kebisingan dan getaran
a.       Kebisingan dianjurkan 45 dB.A, maksimum 55 dB.A;
b.      Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik .
4.         Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman
a.       Kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg
b.      Kandungan Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg
c.      Kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg
d.      Kandungan Benzo(a)pyrene maksimum 1 mg/kg
5.         Prasarana dan sarana lingkungan
a.      Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan konstruksi yang aman dari kecelakaan;
b.     Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit;
c.      Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki dan penyandang cacat, jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu penerangan jalan tidak menyilaukan mata
d.      Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi persyaratan kesehatan
e.     Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi persyaratan kesehatan
f.       Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat kesehatan
g.      Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat kerja, tempat hiburan, tempat pendidikan, kesenian, dan lain sebagainya
h.      Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya
i.        Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi kontaminasi makanan yang dapat menimbulkan keracunan.
6.       Vektor penyakit
a.       Indeks lalat harus memenuhi syarat
b.      Indeks jentik nyamuk dibawah 5%.
7.       Penghijauan
Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan pelindung dan juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan dan kelestarian alam.

Adapun ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut :

1.         Bahan bangunan
a.    Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat membahayakan kesehatan, an tara lain : debu total kurang dari 150 g /m2, asbestos kurang dari 0,5 serat/m 3 per 24 jam, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg bahan;
b.      Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.
2.         Komponen dan penataan ruangan
a.       Lantai kedap air dan mudah dibersihkan;
b.  Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan mudah dibersihkan;
c.      Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan;
d.      Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir;
e.      Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya;
f.       Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
3.         Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.
4.         Kualitas udara
a.       Suhu udara nyaman antara 18 – 30 oC;
b.      Kelembaban udara 40 – 70 %;
c.      Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam;
d.      Pertukaran udara 5 kaki3/menit/penghuni;
e.      Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam;
f.       Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3.
5.       Ventilasi
Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.
6.       Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
7.       Penyediaan air
Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/ orang/hari;
Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002.
8.       Sarana penyimpanan makanan
Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman.
9.         Pembuangan Limbah
a.       Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah;
b.      Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah.
10.     Kepadatan hunian
Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang tidur.